Langsung ke konten utama

(P)akar Masalah

Gua dari kelas 3 SMP udah sering jadi tempat curhat teman-teman gua. Sekarang, benar, giliran gua yang lagi mau curhat, mereka malah jawab, "Lu masih mending. Lah gua, ...." Buat gua, ya kesel emang, tapi setidaknya itu (1) mengingatkan gua bahwa kita nggak boleh sembarang curhat, sembarang ngeluh.

"Curhatlah hanya kepada Allah".
Mohon maaf, tanpa maksud menentang, tidak bisa dipungkiri bahwa kita juga butuh teman curhat yang bisa kita lihat, yang bisa merespon—dengan gestur maupun perkataan—secara indrawi. Maka curhatlah kepada orang yang sekiranya ahli dalam memberikan solusi atas masalah yang sedang kamu alami. Minimal kepada orang yang tidak akan menyebarluaskan aib masalahmu.

Dan walaupun gua udah cukup lama dan sering dijadikan tempat curhat, bukan berarti sekarang gua udah ahli apalagi pakar. Kemarin ada yang bilang begitu, soalnya. Padahal, gua jarang banget ngasih solusi pada mereka. Dari dulu, gua nggak lebih dari sekadar "teman ngopi yang nggak banyak omong". Lu mau cerita apa, kek, nggak akan gua potong omongan lu. Tapi—selain karena gua introver—memang itu kan yang kita butuhkan? "Pen-de-ngar".

Dan selain pendengar, kebanyakan kita curhat memang tidak mengharapkan solusi. Lebih tepatnya, berharap tidak mendapatkan solusi yang tidak sesuai dengan keinginannya. Nah, yang begini nih yang ngeselin. Dikasih solusi, nggak terima; nggak dikasih solusi, curhat mulu.

Selain itu, kalimat tersebut juga (2) mengingatkan gua untuk tetap bersyukur, karena terbukti jelas bahwa masih ada orang-orang yang hidupnya lebih berat daripada gua. Sedangkan gua masih bisa makan 2-5 kali sehari, masih bisa beribadah biar kayak orang bener, masih bisa beli bensin buat ngayab, masih bisa online buat tipu-tipu, masih bisa nulis tentang cewek lain meskipun belum move on, dll.

Begitulah kenyataan yang akan kita sadari, jika saja kita mau "mendengarkan", jika saja kita mau "melihat", jika saja kita mau mengistirahatkan telinga dan mata dari handphone, jika saja kita mau mengistirahatkan mulut dari mengeluhkan suatu masalah yang tidak seberapa dibanding banyaknya nikmat Allah yang belum kita syukuri.

Akhirnya, ketika mereka malah menjawab dengan "Lu masih mending bla bla bla," ya seperti biasa, gua lagi aja yang jadi pendengar. Tapi alhamdulillah, gua nggak pernah merespon pakai kalimat kayak gitu. Dan lumayan juga, curhatan kalian bisa jadi bahan tulisan gua. Was-salam..


Ji elbatawi
Jakarta, Januari 2021



Untuk tips menjadi atau mencari Teman Curhat Yang Baik, ya itu judulnya, klik di situ.

Komentar

Postingan Populer

Dalil Gondrong

Cukur itu rutinitas konyol. Setiap hari kita rawat rambut ini. Sampai suatu hari ada yang bilang rambut kita sudah kepanjangan. Lalu kita cukur, serta membayar jasa pencukur. Rambut kita dikumpulkan, kemudian mereka menjualnya. Mereka dua kali mendapat uang, sedang kita harus merawat rambut ini dari awal lagi. Dengan biaya, tentunya. Ya.. kalau tidak dirawat, kan, nggak nyaman, sekalipun belum panjang. Terus begitu, sampai rambut kita dibilang sudah kepanjangan lagi. "Rapihkan!" Cukur lagi. Sekolah tidak boleh gondrong, kerja tidak boleh gondrong. Apa rambut panjang tidak bisa rapih?? Sekarang sudah jamannya Pomade, Boss, dimana rambut bisa diatur sesuai keinginan dan bertahan sampai seharian. Apalagi kalau sudah bisa diikat, auto rapih, tanpa perlu Pomade, cukup seutas karet. Ah, kalian hanya sirik saja karena tidak mampu merawat rambut sampai panjang.