Langsung ke konten utama

Termakan Media




Mereka yang tidak mengindahkan himbauan pemerintah, mereka yang kita benci dan kita anggap meremehkan Corona, bisa saja lebih mengetahui mengenai fakta-fakta di balik itu semua.

Karena mereka tetap keluar rumah, karena mereka tetap harus banyak berinteraksi, karena mereka tetap saling berkunjung, karena mereka tetap saling berdiskusi. Sedangkan kita hanya di rumah saja, rebahan, nonton Tv, main Hp, yang akhirnya termakan media.
 
Ya, Corona itu nyata, mereka tahu itu dan tidak meremehkannya. Hanya saja mereka juga tahu bahwa menjaga diri dari Corona tidak perlu seberlebihan itu.

Lagi pula mereka tidak memprovokasi kita untuk menentang pemerintah. Mereka hanya ingin kita semua bisa saling mengerti keyakinan masing-masing dalam menyikapi Corona.

Mungkin bagi kita sikap mereka yang tetap keluar rumah itu membahayakan, karena bisa saja mereka tanpa sadar membawa virus ke setiap kunjungan. Namun, mungkin juga bagi mereka justru sikap kita yang terus di rumah saja ini yang lebih membahayakan, karena sejatinya kita semua ini adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan.

Saya tidak pandai menyampaikan ilmu, apalagi untuk menyebutkan fakta-fakta yang dimaksud di atas, pun bukan kapasitas saya. Maka untuk info-info selengkapnya mari kita cari tahu sendiri-sendiri atau paling tidak jangan saling membenci. Sedangkan sikap dari pemerintah pun masih banyak ketidakjelasan, atau bahkan memang tidak ada niatan(?).


Alhamdulillah, saya masih bisa menemui masjid yang tetap mengadakan Sholat Jumat, di saat tempat-tempat ibadah ditekan sedangkan beberapa tempat keramaian lainnya masih dibiarkan.

Dan untuk yang berdalil dengan nurutnya Sayyidina Umar r.a. untuk di rumah saja selama wabah Tha'un, semoga kita masih bisa mencoba cari tahu lebih detail lagi tentang Tha'un itu. Apakah bahayanya Corona ini setara dengan Tha'un? Sepengetahuan saya tidak.


Lekas pulih, Peradaban..

Ji elbatawi
Jakarta, April 2020


Catatan: Melepas diri dari judul, bahan dasar referensi tulisan saya ini adalah hasil obrolan saya dengan beberapa orang yang melihat langsung akan fakta-fakta tersebut.
Kalau lu mau denger langsung juga dari gua, pakai cara gua: sini main ke rumah gua bawa lauk kopi.

Komentar

Postingan Populer

Dalil Gondrong

Cukur itu rutinitas konyol. Setiap hari kita rawat rambut ini. Sampai suatu hari ada yang bilang rambut kita sudah kepanjangan. Lalu kita cukur, serta membayar jasa pencukur. Rambut kita dikumpulkan, kemudian mereka menjualnya. Mereka dua kali mendapat uang, sedang kita harus merawat rambut ini dari awal lagi. Dengan biaya, tentunya. Ya.. kalau tidak dirawat, kan, nggak nyaman, sekalipun belum panjang. Terus begitu, sampai rambut kita dibilang sudah kepanjangan lagi. "Rapihkan!" Cukur lagi. Sekolah tidak boleh gondrong, kerja tidak boleh gondrong. Apa rambut panjang tidak bisa rapih?? Sekarang sudah jamannya Pomade, Boss, dimana rambut bisa diatur sesuai keinginan dan bertahan sampai seharian. Apalagi kalau sudah bisa diikat, auto rapih, tanpa perlu Pomade, cukup seutas karet. Ah, kalian hanya sirik saja karena tidak mampu merawat rambut sampai panjang.