Langsung ke konten utama

Pure Dialogue (Dia) Lo Gue


"Ehm.. mau sampai kapan begitu terus?"

"Begitu gimana?"

"Lo suka, kan, sama dia? Ungkapin aja, jangan dipendam."

"Haha. Lu juga lagi suka, kan, sama seseorang? Tapi nggak lu ungkapin."

"Sok tau lo."

"Gua juga bisa lihat itu sebagaimana yang lu lihat di gua."

"Tapi, kan, gue cewek, lo tuh yang laki."

"Yaa daripada lu geregetan terus lihat orang yang lu suka mandangin cewek lain terus."

"Iya, sih. Eh, tunggu deh. Emang menurut lo gue lagi suka sama siapa?"

"Sama gua."

"Hah!? Haha.. pede gila lo, ya."

"Jujur aja, sih. Santai aja sama gua."

"Ish, ngeselin lo, ya. Gini deh, "se-an-dai-nya" itu emang elo, apa lo mau nerima gue? Sedangkan ada cewek lain yang lagi lo kejar."

"Gini aja, deh. Karena lu udah nunjukin rasa peduli lu sama gua dengan mengawali obrolan ini dan yang lagi lu suka itu emang gua, jadi gua langsung kasih kepastiannya aja, gimana?"

"Eh sumpah, ya, kepedean banget ni orang."

"Udah... santai aja."

"Terserah lo, deh."

"Gua mau, kok, nerima lu. Sebagai teman. Lu cantik, kok, nggak kalah sama dia. Lu baik, lu asik, tapi lu nggak akan sanggup jadi pacar gua. Lebih baik sekarang lu coba buka diri untuk yang lain. Gua lihat, ada cowok lain yang suka sama lu."

"Hah? Siapa?"

"Arah jam 2."

"Bimo? Dia lagi ngelihatin gue, ya?"

"Oh, Bimo namanya."

"Aneh lo, ya. Namanya aja lo baru tau, gimana lo bisa tau dia suka sama gue?"

"Karena gua bisa lihat tanda-tanda itu sebagaimana yang gua lihat di elu. Inget-inget aja pernah ada kesan apa lu sama dia."

"Nggak ada, selain dia sering nyapa aja. Itupun, menurut gue, karena kebetulan papasan aja."

"Belum pernah ngobrol?"

"Belum, selain dialog-dialog singkat urusan kerjaan."

"Lu malah deketin gua mulu, sih. Dia jadi bingung mau deketin lu."

"Dia lumayan juga sih. Le-bih-gan-teng-da-ri-lo! Terus, gue harus gimana!?"

"Lu harus jujur dulu."

"Ngomong langsung, gitu, ke dia??"

"Ke gua! Lu harus ungkapin dulu segala perasaan lu ke gua."

"Ah, sumpah! Lo sakit, ya?"

"Makanya gua bilang lu nggak akan sanggup jadi pacar gua. Santai aja. Udah kepalang tanggung juga, kan. Ke gua udah gua tolak, ke dia nggak tau harus gimana. Hahaha.."

"OKE, OKE! IYA, GUE SUKA SAMA LO. PUAS LO!?"

"Ah, nggak tulus. Belum keluar semua tuh dari dada lu. Daripada nanti ada yang ganjel ketika lu lagi deket sama dia."

"Huft. Oke, biar gue napas dulu."

"..."

"Iya, Ji. Gue suka sama lo, dari awal lo join disini. Dan iya gue geregetan pandangan lo ke dia... terus. Padahal gue lebih terbuka buat lo ajak ngobrol."

"..."

"Udah ah, itu aja. Bingung gue."

"Udah plong belum?"

"Yang ada sesak, nih, dada gue! Lo malah jebak gue gini."

"Hahaha. Seenggaknya lu udah dapat kepastian dari gua."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"..."

"Oke. Gimana kalau lo bantu gue buat deketin Bimo dan gue bantu lo biar deket sama dia?"

"Lu nggak perlu bantu gua, dan lu juga nggak perlu bantuan gua."

"Gimana caranya? Gue nggak tau!"

"Ini, cara lu deketin gua, siapa yang ngajarin?"

"..."


Ji elbatawi
Jakarta, Maret 2020

Komentar

Postingan Populer

Dalil Gondrong

Cukur itu rutinitas konyol. Setiap hari kita rawat rambut ini. Sampai suatu hari ada yang bilang rambut kita sudah kepanjangan. Lalu kita cukur, serta membayar jasa pencukur. Rambut kita dikumpulkan, kemudian mereka menjualnya. Mereka dua kali mendapat uang, sedang kita harus merawat rambut ini dari awal lagi. Dengan biaya, tentunya. Ya.. kalau tidak dirawat, kan, nggak nyaman, sekalipun belum panjang. Terus begitu, sampai rambut kita dibilang sudah kepanjangan lagi. "Rapihkan!" Cukur lagi. Sekolah tidak boleh gondrong, kerja tidak boleh gondrong. Apa rambut panjang tidak bisa rapih?? Sekarang sudah jamannya Pomade, Boss, dimana rambut bisa diatur sesuai keinginan dan bertahan sampai seharian. Apalagi kalau sudah bisa diikat, auto rapih, tanpa perlu Pomade, cukup seutas karet. Ah, kalian hanya sirik saja karena tidak mampu merawat rambut sampai panjang.