Langsung ke konten utama

Demonstrasi X Palang-Pintu Betawi

Menanggapi komentar "untuk apa demo", bagaimana kalau aksi demonstrasi ini saya ibaratkan dengan pernikahan. Biar lebih asik dan mudah dipahami, karena setiap kita pasti telah dan ingin menikah.

Pada dasarnya seorang pria bisa saja dan sah-sah saja datang melamar dan menikah seorang diri. Tentunya kedatangan sang pria untuk meminang tersebut sudah berdasarkan hasil ta'aruf (perkenalan) yang lebih dari cukup untuk meyakinkannya.

Namun, kebanyakan pihak wanita meminta sang pria untuk datang membawa keluarganya sebagai bukti keseriusan. Maka datanglah sang pria beserta keluarganya.

Tidak cukup sampai di situ. Sesampainya rombongan pihak pria, beberapa pihak wanita ada pula yang memberikan beberapa syarat lagi. Seperti tradisi suku Betawi, misalnya. Mereka mensyaratkan aksi palang-pintu, yakni adu silat, dimana pihak pria harus bisa mengalahkan jawara dari pihak wanita untuk mendapatkan izin masuk.

Syarat inilah yang biasanya paling alot untuk dilalui.
Sampai sini paham?

Singkat cerita, pihak pria berhasil membuat jawara pihak wanita menyerah. Akan tetapi belum selesai sampai di situ. Dalam tradisi suku Betawi, ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi, yakni Sikah. Dimana pihak pria harus bisa melantunkan ayat suci Al-Quran dengan lagu Sikah sebagai bukti bahwa pihak pria bisa mengaji.

Dalam aksi demonstrasi, tahap tersebut yang saya maksud adalah penentuan siapa-siapa saja yang berhak masuk mewakili massa untuk menyampaikan maksud mereka kepada yang dituntut.

Demikianlah pengibaratan singkat dari saya untuk pertanyaan "untuk apa demo". Jika kita di posisi calon pengantin pria, tentunya kita mengharapkan proses yang mudah, lancar dan tanpa adanya syarat. Tapi apa daya, kebanyakan mereka tidak bisa menerimanya begitu saja.

Dan untuk komentar "aksi demonstrasi mahasiswa itu hanyalah hasil provokasi dari senior. Sedangkan seniornya tidak ikut turun ke jalan."

Iya, benar. Tapi lebih tepatnya itu adalah "seruan" dari orang yang telah berta'aruf, berkenalan, berpengetahuan tentang apa yang akan dituntut. Dan bayangkan jika calon mempelai pria yang turun sendiri melawan jawara pihak wanitanya, kemudian ia menang, mendapat izin masuk, lalu apa yang akan terjadi ketika ijab-kabul? Tentu ia akan kesulitan, karena sudah kelelahan atau bahkan babak-belur akibat tahap palang-pintu tersebut. Semua ada tugasnya masing-masing.

Sampai sini paham?

Terakhir, bagi yang tidak setuju dengan jalan demonstrasi, maka bukakanlah kami (jika anda di pihak perempuan) atau tuntunlah kami (jika anda di pihak lelaki) untuk melalui jalan yang lebih efektif. Terimakasih.


Ji elbatawi
Jakarta, 25 September 2019
Mengenang Aksi Penolakan RKUHP dan UU KPK

Komentar

Postingan Populer

Dalil Gondrong

Cukur itu rutinitas konyol. Setiap hari kita rawat rambut ini. Sampai suatu hari ada yang bilang rambut kita sudah kepanjangan. Lalu kita cukur, serta membayar jasa pencukur. Rambut kita dikumpulkan, kemudian mereka menjualnya. Mereka dua kali mendapat uang, sedang kita harus merawat rambut ini dari awal lagi. Dengan biaya, tentunya. Ya.. kalau tidak dirawat, kan, nggak nyaman, sekalipun belum panjang. Terus begitu, sampai rambut kita dibilang sudah kepanjangan lagi. "Rapihkan!" Cukur lagi. Sekolah tidak boleh gondrong, kerja tidak boleh gondrong. Apa rambut panjang tidak bisa rapih?? Sekarang sudah jamannya Pomade, Boss, dimana rambut bisa diatur sesuai keinginan dan bertahan sampai seharian. Apalagi kalau sudah bisa diikat, auto rapih, tanpa perlu Pomade, cukup seutas karet. Ah, kalian hanya sirik saja karena tidak mampu merawat rambut sampai panjang.