Langsung ke konten utama

Salah, Takut Sama Setan?

Emang salah, ya, kalau gua takut sama setan? Tapi gua nggak takut sama begal, jambret, rampok, preman, korupt... sama penjahatlah pokoknya. Seperti kata orang tua kita dulu, "Kan sama-sama makan nasi." Sedangkan setan, makannya apa?

Pukulan penjahat bisa dibalas pukulan. Setan? Bacain ayat Al-Qur'an? Haha.. bangsa setan juga banyak yang bisa baca Al-Qur'an. Apalagi lidah gua masih sering berkata kasar, berkata kotor serta berkata-kata yang tidak perlu. Setan tertawa mendengarnya.

Lagi pula yang gua takutin dari setan itu bukan takut disakiti, dilukai atau bahkan dibunuh. Kalau itu, sih, sikap orang yang kita cintai pun bisa berdampak seperti itu. Yang gua segani dari setan itu adalah kejelekan dan keseraman wujudnya. Ditambah dengan sifatnya yang mengagetkan, bisa menghilang dan berpindah secara tiba-tiba.

"Takut tuh cuma sama Allah, Ji."

"Alaah... tau apa lu soal rasa takut? Sama kecoa aja lu takut, kan?"

"Itu jijik, bukan takut."

"Apa bedanya sama larinya gua dari setan!?"

Setiap orang punya ketakutannya masing-masing, meskipun tidak bisa dipungkiri adanya orang-orang yang benar-benar hanya takut kepada Tuhannya itu benar. Tapi itu bukan level kita.

Banyak orang yang mendakwa dirinya tidak takut apapun, tapi ketika berhadapan dengan suatu hal yang mengerikan, atau lebih tepatnya suatu hal yang belum ia kuasai cara menghadapinya, kelihatan jua ketakutannya.

Ada yang takut sama setan. Ada yang takut sama kecoa. Ada yang takut sama jarum suntik. Ada yang takut sama binatang buas. Ada yang takut sama penjahat bersenjata. Ada yang takut sama istri. Ada yang takut sama pacar. Bahkan ada yang takut sama rambutan.

Ya, pada dasarnya sebagian mereka itu bukan takut yang sebenarnya takut, melainkan geli, jijik, risih atau ada juga yang malah lebih khawatir reflek menyakiti balik.

Yang terpenting adalah, jangan sampai rasa takutmu pada makhluk itu mengalahkan rasa takutmu pada Allah.

Sebagian dari yang telah disebutkan di atas telah keluar dari istilah "takut yang sebenarnya takut". Lantas, bagaimana dengan takut pada binatang buas? Seperti Harimau, misalnya.

Jika belum bisa kauhilangkan rasa takutmu pada Harimau, setidaknya janganlah takut pada "Harimau" itu, tapi yakinkanlah dirimu bahwa yang kausegani dari Harimau itu adalah "kemampuannya" yang Allah berikan kepadanya yang bisa saja mengalahkan kemampuan kita yang mana memang belum tahu cara menghadapi Harimau.

\\

Eh, kok gua nggak nyinggung ketakutan pada Covid-19, ya? Segen, ah. Itu aja udah kejauhan dari premis. Lu hubung-hubungin aja sendiri.

Jika ada kekeliruan pada tulisan ini, saya sungguh menantikan akan masukannya. Karena, sumpah, ini tulisan udah 2 bulan lebih nggak kelar-kelar. Ini pun saya bingung bikin judul sama kalimat penutupnya. Bagen, ah. Wa salam..

 

Ji elbatawi
Jakarta, September 2020

\\

Baca jua Ingin Berkata Kasar

Komentar

Postingan Populer

Dalil Gondrong

Cukur itu rutinitas konyol. Setiap hari kita rawat rambut ini. Sampai suatu hari ada yang bilang rambut kita sudah kepanjangan. Lalu kita cukur, serta membayar jasa pencukur. Rambut kita dikumpulkan, kemudian mereka menjualnya. Mereka dua kali mendapat uang, sedang kita harus merawat rambut ini dari awal lagi. Dengan biaya, tentunya. Ya.. kalau tidak dirawat, kan, nggak nyaman, sekalipun belum panjang. Terus begitu, sampai rambut kita dibilang sudah kepanjangan lagi. "Rapihkan!" Cukur lagi. Sekolah tidak boleh gondrong, kerja tidak boleh gondrong. Apa rambut panjang tidak bisa rapih?? Sekarang sudah jamannya Pomade, Boss, dimana rambut bisa diatur sesuai keinginan dan bertahan sampai seharian. Apalagi kalau sudah bisa diikat, auto rapih, tanpa perlu Pomade, cukup seutas karet. Ah, kalian hanya sirik saja karena tidak mampu merawat rambut sampai panjang.