Jadi Anak Pengajian memang harus siap miskin. Seperti kata Sayyidina Ali
bin Abi Thalib, “Kami ridho dengan pemberian Allah pada kami. Bagi kami
ilmu dan bagi musuh-musuh kami harta. Sesungguhnya harta itu akan
musnah dalam waktu singkat, sedangkan ilmu itu kekal senantiasa.”
Kenapa anak ngaji itu miskin, yang saya lihat dan alami di antaranya adalah karena:
1. Jadi lebih susah mendapatkan pekerjaan
a.
Anak ngaji yang sudah paham hukum akan memilah pekerjaan-pekerjaan yang
akan ia ambil. Anak ngaji tidak akan mau mengambil perkerjaan yang
syubhat (samar hukum) apalagi yang jelas haram. Bahkan, ada pula
beberapa pekerjaan halal yang tidak sepatutnya diambil oleh orang-orang
yang bernama Ahmad atau Muhammad (saya termasuk).
b. Anak ngaji akan
berat mengambil tawaran kerja yang jauh, seperti di luar kota. Karena
akan jauh dari pengajian atau di sana harus mencari lagi pengajian yang
cocok.
c. Anak ngaji akan lebih “dijaga” dalam mendapatkan pekerjaan, yang barangkali ada bahaya yang tidak kita duga di sana. Seperti, teman-teman baru yang pergaulannya negatif, yang perlahan bisa membawa kita meninggalkan ngaji atau bahkan sholat.
2. Kitab
a. Anak ngaji perlu beli kitab. Tanpa memegang kitab yang sedang dipelajari, kita bisa melewatkan banyak ilmu berharga; dan bete.
b. Kalau sudah bisa baca kitab, ia pasti akan tertarik dengan kitab-kitab lainnya yang bahkan belum disuruh beli oleh sang guru.
c. Ketika kitabnya sudah mulai banyak, kita perlu membeli/membuat rak kitab. Agar kitab-kitabnya rapih, tidak berantakan, mudah dicari, dan tidak mudah rusak.
3. Menghidupkan pengajian
Anak ngaji harus berkontribusi menghidupkan pengajian, karena ngaji bukan hanya sekadar baca kitab. Seperti, mengadakan peringatan Maulid Nabi SAW, acara Tawaqufan, dan yang paling utama, yakni menghadiahkan guru serta memperhatikan keperluan-keperluan guru. Semua itu perlu uang, dan semua itu bagian dari pembelajaran.
Untuk yang baru mulai ikut pengajian dan belum merasa “miskin”, bersyukurlah. Setidaknya, setelah membaca tulisan ini kalian jadi bisa lebih mempersiapkan diri, bahkan mungkin bisa mencegah kemiskinan. Tapi jangan kaget, jika kalian dapat ujian dalam bentuk yang lain. Karena ujian tetap pasti ada. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: Ayat 155)
Dan untuk anak-anak ngaji yang sedang merasakannya, jangan menyerah, tetaplah bersungguh-sungguh menuntut ilmu dengan menghayati segala keutamaan ilmu yang pastinya sudah sering kalian baca. Seperti kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib lagi, “Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjagamu, sedangkan harta kamulah yang menjaganya.”
Namun, bagaimanapun keadaanmu sekarang, selama kalian tidak ada cita-cita ingin jadi seorang penulis (dalam bahasa Indonesia), perekonomian kalian masih lebih baik daripada saya. Saya, selain sudah jadi anak pengajian, juga punya cita-cita ingin jadi penulis. Dan sama, ingin jadi penulis juga harus siap miskin. Aan Mansyur, seorang penulis asal Makassar, ketika ia memutuskan ingin jadi penulis ibunya berpesan, “Kalau mau jadi penulis, harus siap miskin.” Dan itu nyata adanya.
Beberapa dari yang Aan Mansyur alami sudah saya rasakan jua. Kenapa penulis harus siap miskin, di antaranya adalah:
1. Untuk menjadi seorang penulis harus banyak membaca. Dan membaca buku sedikit-sedikit saja lama-lama bisa jadi candu, termasuk pada saya yang awalnya tidak suka membaca. Kalau sudah kecanduan membaca, otomatis akan doyan membeli buku. Meski banyak buku elektronik yang lebih murah atau bahkan gratis, itu tidak memberikan kepuasan dalam membacanya. Pecandu buku akan lebih memilih memprioritaskan membeli buku (asli) ketimbang keperluan-keperluan lain.
2. Sama seperti anak ngaji yang sudah kecanduan beli kitab, jika kitab dan bukunya sudah mulai banyak, maka kita perlu membeli/membuat rak buku. Semakin banyak kitab dan bukunya, semakin besar pula rak yang diperlukan.
3. Karya tulis butuh waktu yang lama untuk mendapatkan pembaca yang cocok dan sampai jadi penghasilan. Sedangkan selama itu si penulis akan terus membeli buku, demi pengembangan diri maupun menghibur hati.
Maka, ketika kalian sedang merasa kekurangan uang, ingat saya! Kalian masih harus bersyukur, karena di bawah kalian masih ada saya yang miskinnya dobel. Ha-ha.
Lagi pula, rezeki itu tidak melulu berupa harta. Rezeki anak ngaji bisa berupa teman yang baik, teman yang bisa mengingatkan ketika kita lalai; diringankan dalam beribadah, sholat tidak terasa berat, ngaji selalu diberi kesanggupan, tiap perlu kitab baru ada aja uangnya. Itu semua termasuk rezeki yang sudah dijanjikan buat kita. Rosulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menjamin bagi penuntut ilmu akan rezekinya.” So, nikmatin aja, Kawan..
c. Anak ngaji akan lebih “dijaga” dalam mendapatkan pekerjaan, yang barangkali ada bahaya yang tidak kita duga di sana. Seperti, teman-teman baru yang pergaulannya negatif, yang perlahan bisa membawa kita meninggalkan ngaji atau bahkan sholat.
2. Kitab
a. Anak ngaji perlu beli kitab. Tanpa memegang kitab yang sedang dipelajari, kita bisa melewatkan banyak ilmu berharga; dan bete.
b. Kalau sudah bisa baca kitab, ia pasti akan tertarik dengan kitab-kitab lainnya yang bahkan belum disuruh beli oleh sang guru.
c. Ketika kitabnya sudah mulai banyak, kita perlu membeli/membuat rak kitab. Agar kitab-kitabnya rapih, tidak berantakan, mudah dicari, dan tidak mudah rusak.
3. Menghidupkan pengajian
Anak ngaji harus berkontribusi menghidupkan pengajian, karena ngaji bukan hanya sekadar baca kitab. Seperti, mengadakan peringatan Maulid Nabi SAW, acara Tawaqufan, dan yang paling utama, yakni menghadiahkan guru serta memperhatikan keperluan-keperluan guru. Semua itu perlu uang, dan semua itu bagian dari pembelajaran.
Untuk yang baru mulai ikut pengajian dan belum merasa “miskin”, bersyukurlah. Setidaknya, setelah membaca tulisan ini kalian jadi bisa lebih mempersiapkan diri, bahkan mungkin bisa mencegah kemiskinan. Tapi jangan kaget, jika kalian dapat ujian dalam bentuk yang lain. Karena ujian tetap pasti ada. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: Ayat 155)
Dan untuk anak-anak ngaji yang sedang merasakannya, jangan menyerah, tetaplah bersungguh-sungguh menuntut ilmu dengan menghayati segala keutamaan ilmu yang pastinya sudah sering kalian baca. Seperti kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib lagi, “Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjagamu, sedangkan harta kamulah yang menjaganya.”
Namun, bagaimanapun keadaanmu sekarang, selama kalian tidak ada cita-cita ingin jadi seorang penulis (dalam bahasa Indonesia), perekonomian kalian masih lebih baik daripada saya. Saya, selain sudah jadi anak pengajian, juga punya cita-cita ingin jadi penulis. Dan sama, ingin jadi penulis juga harus siap miskin. Aan Mansyur, seorang penulis asal Makassar, ketika ia memutuskan ingin jadi penulis ibunya berpesan, “Kalau mau jadi penulis, harus siap miskin.” Dan itu nyata adanya.
Beberapa dari yang Aan Mansyur alami sudah saya rasakan jua. Kenapa penulis harus siap miskin, di antaranya adalah:
1. Untuk menjadi seorang penulis harus banyak membaca. Dan membaca buku sedikit-sedikit saja lama-lama bisa jadi candu, termasuk pada saya yang awalnya tidak suka membaca. Kalau sudah kecanduan membaca, otomatis akan doyan membeli buku. Meski banyak buku elektronik yang lebih murah atau bahkan gratis, itu tidak memberikan kepuasan dalam membacanya. Pecandu buku akan lebih memilih memprioritaskan membeli buku (asli) ketimbang keperluan-keperluan lain.
2. Sama seperti anak ngaji yang sudah kecanduan beli kitab, jika kitab dan bukunya sudah mulai banyak, maka kita perlu membeli/membuat rak buku. Semakin banyak kitab dan bukunya, semakin besar pula rak yang diperlukan.
3. Karya tulis butuh waktu yang lama untuk mendapatkan pembaca yang cocok dan sampai jadi penghasilan. Sedangkan selama itu si penulis akan terus membeli buku, demi pengembangan diri maupun menghibur hati.
Maka, ketika kalian sedang merasa kekurangan uang, ingat saya! Kalian masih harus bersyukur, karena di bawah kalian masih ada saya yang miskinnya dobel. Ha-ha.
Lagi pula, rezeki itu tidak melulu berupa harta. Rezeki anak ngaji bisa berupa teman yang baik, teman yang bisa mengingatkan ketika kita lalai; diringankan dalam beribadah, sholat tidak terasa berat, ngaji selalu diberi kesanggupan, tiap perlu kitab baru ada aja uangnya. Itu semua termasuk rezeki yang sudah dijanjikan buat kita. Rosulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menjamin bagi penuntut ilmu akan rezekinya.” So, nikmatin aja, Kawan..
Ji elbatawi
Jakarta, Desember 2021
Komentar
Posting Komentar